KELUARGA SEBAGAI UJUNG TOMBAK PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK
Selasa, 08 Agustus 2023 | 00:00:00 WIB | Dibaca: 1447 Kali
Ada teori yang mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia diibaratkan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah Tabularsa (a blank sheet of paper). Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa (keluarga dan lingkungan) yang memberikan warna pendidikannya.
Namun ada pendapat ahli lain yang mengatakan bahwa anak adalah individu; anak-anak adalah individu dengan segala sifatnya. Memang ada bagian individu pada anak-anak yang belum berkembang seperti orang dewasa. Tetapi, individu itu bukan kertas kosong yang pasif menerima apapun pengaruh dari lingkungannya. Setiap anak memiliki potensi yang melekat dalam dirinya. Ketika kita memandang anak sebagai individu, itu akan membuat proses pendidikan yang kita lakukan berbeda dibandingkan jika kita memandang anak sebagai kertas kosong. Dengan memandang anak sebagai individu, kita lebih melibatkan anak dalam proses pendidikan untuk dirinya sendiri; kita mendengarkan dan memperhatikan pendapat mereka serta menjadikannya sebuah hal yang penting dalam proses pendidikan anak. Berangkat dari sudut pandang bahwa anak adalah seorang individu (bukan kertas kosong), Robert T. Kiyosaki menyatakan bahwa sebenarnya esensi pendidikan itu adalah mengeluarkan (potensi), bukan mengisi anak dengan potongan-potongan informasi.
Jika kita meyakini bahwa fungsi utama pendidikan adalah mengeluarkan potensi-potensi yang dititipkan Tuhan pada anak-anak kita, maka kita akan menempuh rute dan nilai-nilai yang berbeda dalam mendidik anak-anak kita . Children learn what they live yang artinya anak belajar dari kehidupan. Dalam keluarga orang tua memegang peranan penting memberikan pemahaman dan pembelajaran positif sebelum nantinya peran guru di sekolah.
Puisi karya Dorothy Law Nolte yang berjudul Children learn what they live , bisa menjadi refleksi bagi kita sebagai orang orang tua dan pendidik yang isinya :
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki;
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi;
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri;
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai;
Jika anak dibesarkan dengan sebaik baiknya perlakuan, ia belajar keadilan;
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya;
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Guru, staf karyawan dan pegawai yang mendedikasikan karya dan kerjanya dalam yayasan regina pacis cabang Jambi bisa menghayati pesan dari Mgr. Soegijopranoto,SJ yang pernah disampaikan oleh Direktur Yayasan Regina Pacis Cabang Jambi, Sr Emiliana Surajinah FMM, M.Pd sebagai kata sambutan di beranda Web Regina Pacis Cabang Jambi, bahwa Pendidikan Katolik, agar memperhatikan tiga pilar Pendidikan dalam penyelenggaraannya, yakni pengembangan iman, ilmu pengetahuan dan budaya . Ungkapan ini mengajak kita semua, yang terlibat dalam karya pendidikan untuk membantu peserta didik, tidak hanya memahami dan menguasai konsep-konsep ilmu pengetahuan,tetapi juga belajar mengagumi dan mencintai Kebesaran Allah dalam alam semesta ciptaan-Nya; serta membantu menumbuhkan keterlibatan peserta didik dan warga sekolah membangun kualitas kehidupan masyarakat dan budaya yang baik, antara lain dengan mengembangkan core values dan semangat Franciscan Misionarries of Marie ( FMM ) yakni CHIPS (Compassion / belaskasih; Humility/ Kerendahan hati; , Integrity/integritas; , Peace/ damai dan Servant Leadership/ kepemimpinan yang melayani ).
Tujuan pembelajaran tidak akan tercapai bila tidak ada kontribisi orang tua dalam proses pembelajaran, karena pada dasarnya tujuan orang tua dengan sekolah itu sama yaitu untuk mendidik anak ; Anak anak merupakan generasi emas yang harus mendapatkan perhatian, dukungan, dan kepedulian dari orang tua dan guru. Tumbuh kembang anak tidak akan bisa terwujud tanpa adanya kerjasama baik dari semua pihak, dan pendidikan dasarnya dimulai dari rumah. Keluarga juga hendaknya memiliki pola pengasuhan yang benar dan bisa menjadi supporting system dalam pencegahan stunting, karena akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak anak terlebih anak anak usia dini berada masa pondasi . LIPI menyebutkan bahwa stunting di awal kehidupan seorang anak dapat menyebabkan kerusakan permanen pada perkembangan kognitif, yang diikuti dengan perkembangan motorik dan intelektual yang kurang optimal sehingga cenderung dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pendidikan.
Mari membimbing, melatih dan mendidik anak anak dengan kasih
Oleh : Yasinta Susi Wardoyo,S.Pd
Komentar Facebook